“MEMBANTU ORANG LAIN” MELALUI PENDEKATAN PENANGANAN MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL
Sumber Gambar :oleh Zaenal Arifin, AKS., M.AP (Kepala Seksi Penanganan Fakir Miskin Perkotaan)
I. Selayang Pandang
Sejatinya penanganan masalah kesejahteraan sosial memiliki kaitan khusus dengan dengan konsep keagamaan, yaitu semangat tolong menolong (charity philantropy). Pada dasarnya menjadikan agama sebagai fondasi untuk menumbuhkan jiwa kepedulian, rasa empati, cinta kasih dan sayang sebagai hal yang utama dalam praktik pelayanannya.
Pada tulisan ini, Agama merupakan ruh bagi seluruh umat manusia, karena pada dasarnya agama selalu mengajarkan kebaikan kepada umatnya, baik hubungan manusia dengan Tuhan, maupun hubungan manusia dengan sesama manusia. Islam juga mengatur hal sedemikian, dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah At-Taubah ayat 71, yang artinya :
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah SWT. Sungguh, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Dijelaskan pada ayat di atas bahwa umat islam diperintahkan oleh Allah SWT untuk menjadi penolong bagi orang lain, dan Allah SWT menjanjikan rahmatNya kepada manusia yang menjalankan segala perintahNya, sungguh Allah SWT Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.
Bersyukurlah bagi orang-orang yang senantiasa berupaya dan selalu disibukkan dengan kegiatan tolong menolong dan penanganan masalah kesejahteraan sosial, jadikan hal tersebut sebagai ajang dalam berlomba-lomba untuk mendapatkan RidhaNya.
Senantiasa bersabar dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan dan memberikan solusi pada penyandang masalah kesejahteraan sosial, karena sesungguhnya itu bagian dari ujian, serta menjadikan perbuatan tersebut sebagai jihad (perjuangan dengan sungguh) dijalan Allah SWT dalam bentuk praktik pelayanan sosial dan pengabdian di masyarakat.
Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara yang mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial diperlukan peran masyarakat yang seluas luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun lembaga kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
II. Pengertian
Pengertian Kesejahteraan Sosial menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019, pada pasal 1 dijelaskan bahwa, “Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.”
Selanjutnya, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 pada pasal 2 menyebutkan tujuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (PMKS), sebagai berikut :
a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup;
b. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;
c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial;
d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan;
e. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan
f. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
III. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidup jasmani, rohani, dan sosialnya secara memadai dan wajar.
Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, keterpencilan, ketelantaran, kedisabilitasan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi, dan korban bencana.
Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 meliputi 26 (dua puluh enam) jenis, yaitu:
1. Kemiskinan;
2. Keterpencilan (Komunitas Adat Terpencil);
3. Keterlantaran;
4. Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku;
5. Kedisabilitasan;
6. Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminasi; dan
7. Korban Bencana.
1. Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan antara lain tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap perekonomian, kondisi lingkungan dan lain sebagainya.
Mengacu kepada strategi nasional penanggulangan kemiskinan, definisi kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan.
Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya.
Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakpahaman ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara martabat.
Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, perumahan ataupun rasa aman dan hak untuk partisipasi dalam kehidupan sosial politik bagi penduduk.
Kemiskinan mencakup :
a. Fakir Miskin/Rumah Tangga Miskin (RTM), adalah orang yang sama
sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau keluarga yang mempunyai mata pencaharian, tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
Kriteria :
- Tidak mempunyai sumber mata pencaharian; dan/atau
- Mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
b. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi, adalah seorang perempuan dewasa berusia 18-59 tahun belum menikah atau janda, atau berusia kurang dari 18 tahun tetapi sudah menikah dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Kriteria :
- Perempuan berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima puluh sembilan) tahun;
- Istri yang ditinggal suami tanpa kejelasan;
- Menjadi pencari nafkah utama keluarga; dan
- berpenghasilan kurang atau tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup layak.
c. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, adalah Keluarga yang
hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami-istri, orang tua dengan anak kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar.
Kriteria :
- suami atau istri sering tidak saling memperhatikan atau anggota keluarga kurang berkomunikasi;
- suami dan istri sering bertengkar, hidup sendiri-sendiri walaupun masih dalam ikatan keluarga;
- hubungan dengan tetangga kurang baik, sering bertengkar tidak mau bergaul/berkomunikasi; dan
- kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosial kurang terpenuhi.
2. Keterpencilan
Keterpencilan adalah Bagian dari masyarakat Indonesia merupakan
kelompok masyarakat yang secara geografis bertempat tinggal di daerah terpencil, terisolir dan sulit terjangkau, kondisi tersebut menyebabkan terbatasnya atau tidak adanya akses pelayanan sosial yang diperoleh sehingga mereka hidup dalam kondisi yang sangat sederhana, pada kehidupan masyarakat di luar Komunitas Adat Terpencil (KAT).
Derasnya arus informasi disertai kemajuan teknologi sangat berpengaruh terhadap pola pikir kehidupan dan tingkat kemajuan di segala bidang, sehingga warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) terasa semakin terbelakang.
Keterpencilan mencakup :
a. Komunitas Adat Terpencil (KAT), adalah Kelompok orang atau masyarakat yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil, dan masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya secara sosial budaya terasing dan terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya, sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas.
Kriteria :
- Berbentuk komunitas relatif kecil, tertutup dan homogen;
- Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan;
- Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau;
- Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem;
- Peralatan dan teknologinya sederhana;
- Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggi; dan
- terbatasnya akses pelayanan sosial ekonomi dan politik.
3. Ketelantaran
Ketelantaran timbul akibat banyak faktor baik yang disengaja maupun
tidak disengaja. Ketelantaran dapat terjadi pada siapa saja mulai dari balita sampai dengan lanjut usia. Pada anak atau balita misalnya orang tua, sebagai tempat bergantung dan berlindung, harus mencurahkan kasih sayang dan perhatian sepenuhnya kepada mereka. Di usia balita, anak perlu mendapat ASI yang cukup, makanan yang bergizi, perlindungan dan kasih sayang sepenuhnya.
Apabila mereka kurang atau tidak mendapat perhatian untuk tumbuh dan berkembang secara wajar akan mengakibatkan mereka penyandang masalah kesejahteraan sosial yang berpotensi atau pada akhirnya menjadi terlantar.
Ketelantaran mencakup :
a. Anak Balita Terlantar, adalah Seorang anak berusia 5 (lima) tahun ke bawah yang ditelantarkan orang tuanya dan/atau berada di dalam keluarga tidak mampu oleh orang tua/keluarga yang tidak memberikan pengasuhan, perawatan, pembinaan dan perlindungan bagi anak sehingga hak-hak dasarnya semakin tidak terpenuhi serta anak dieksploitasi untuk tujuan tertentu.
Kriteria :
- Terlantar/tanpa asuhan yang layak;
- Berasal dari keluarga sangat miskin/miskin;
- Kehilangan hak asuh dari orang tua/keluarga;
- Anak balita yang mengalami perlakuan salah dan diterlantarkan oleh orang tua/keluarga;
- Anak balita yang dieksploitasi secara ekonomi seperti anak balita yang disalahgunakan orang tua menjadi pengemis di jalanan; dan
- Anak balita yang menderita gizi buruk atau kurang.
b. Anak Terlantar, adalah Seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang tua/keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari orang tua/keluarga.
Kriteria :
- Berasal dari keluarga fakir miskin;
- Anak yang dilalaikan oleh orang tuanya; dan
- Anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.
c. Anak Berhadapan Dengan Hukum, adalah Orang yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang disangka, didakwa, atau dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana dan anak yang menjadi korban tindak pidana atau yang melihat dan/atau mendengar sendiri terjadinya suatu tindak pidana.
Kriteria :
- Disangka;
- Didakwa; atau
- Dijatuhi pidana.
d. Anak Jalanan, adalah Anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, dan/atau anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghasilkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari.
Kriteria :
- Menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan maupun ditempattempat umum; atau
- Mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupu ditempattempat umum.
e. Anak Dengan Kedisabilitasan (ADK), adalah Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, anak dengan disabilitas mental dan anak dengan disabilitas fisik dan mental.
Kriteria :
- Anak dengan disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara;
- Anak dengan disabilitas mental : mental retardasi dan eks psikotik;
- Anak dengan disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda;
- Tidak mampu melaksanakan kehidupan sehari-hari.
f. Anak yang Menjadi Korban Tindak Kekerasan atau diperlakukan Salah, adalah Anak yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
Kriteria :
- Anak (laki-laki/perempuan) dibawah usia 18 (delapan belas) tahun;
- Sering mendapat perlakuan kasar dan kejam dan tindakan yang
berakibat secara fisik dan/atau psikologis;
- Pernah dianiaya dan/atau diperkosa; dan
- Dipaksa bekerja (tidak atas kemauannya).
g. Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus, adalah Anak yang berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dalam situasi darurat, dari kelompok minoritas dan terisolasi, dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, diperdagangkan, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, yang menyandang disabilitas, dan korban perlakuan salah dan penelantaran.
Kriteria :
- Berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun;
- Dalam situasi darurat dan berada dalam lingkungan yang buruk/diskriminasi;
- Korban perdagangan manusia;
- Korban kekerasan, baik fisik dan/atau mental dan seksual;
- Korban eksploitasi, ekonomi atau seksual;
- Dari kelompok minoritas dan terisolasi, serta dari komunitas adat terpencil;
- Menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza); dan
- Terinfeksi HIV/AIDS.
h. Lanjut Usia Terlantar, adalah Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu (tidak mempunyai bekal hidup, pekerjaan, penghasilan bahkan tidak mempunyai sanak keluarga) tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
Kriteria :
- Tidak terpenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan; dan
- Terlantar secara psikis, dan sosial.
4. Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku
Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku adalah Seseorang yang karena faktor-faktor tertentu, tidak atau kurang mampu untuk melaksanakan kehidupan yang layak atau sesuai dengan norma agama, sosial atau hukum serta cenderung terisolasi dari kehidupan masyarakatnya.
Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku mencakup :
a. Gelandangan, adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum.
Kriteria :
- Tanpa Kartu Tanda Penduduk (KTP);
- Tanpa tempat tinggal yang pasti/tetap;
- Tanpa penghasilan yang tetap; dan
- Tanpa rencana hari depan anak-anaknya maupun dirinya.
b. Pengemis, adalah Orang-orang yang mendapatkan penghasilan di tempat umum dengan berbagai cara dan alasan dengan meminta-minta untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.
Kriteria :
- Mata pencariannya tergantung pada belas kasihan orang lain;
- Berpakaian kumuh dan compang camping;
- Berada di tempat-tempat ramai/strategis; dan
- Memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain.
c. Pemulung, adalah Orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara memungut dan mengumpulkan barang-barang bekas yang berada di berbagai tempat permukiman pendudukan, pertokoan dan/atau pasar-pasar yang bermaksud untuk didaur ulang atau dijual kembali, sehingga memiliki nilai ekonomis.
Kriteria :
- Tidak mempunyai pekerjaan tetap; dan
- Mengumpulkan barang bekas.
d. Kelompok Minoritas, adalah Kelompok yang mengalami gangguan keberfungsian sosialnya akibat diskriminasi dan marginalisasi yang diterimanya sehingga karena keterbatasannya menyebabkan dirinya rentan mengalami masalah sosial, seperti gay, waria dan lesbian.
Kriteria :
- Gangguan keberfungsian sosial;
- Diskriminasi;
- Marginalisasi; dan
- Berperilaku seks menyimpang.
e. Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP), adalah Seseorang yang telah selesai menjalani masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal.
Kriteria :
- Seseorang (laki-laki/perempuan) berusia di atas 18 (delapan belas) tahun;
- Telah selesai dan keluar dari lembaga pemasyarakatan karena masalah pidana;
- Kurang diterima/dijauhi atau diabaikan oleh keluarga dan masyarakat;
- Sulit mendapatkan pekerjaan yang tetap; dan
- Berperan sebagai kepala keluarga/pencari nafkah utama keluarga yang tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
f. Tuna Susila, adalah Seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.
Kriteria :
- Menjajakan diri di tempat umum, di lokasi atau tempat pelacuran seperti rumah bordil, dan tempat terselubung seperti warung remang remang, hotel, mall dan diskotek; dan
- Memperoleh imbalan uang, materi atau jasa.
g. Korban Penyalahgunaan NAPZA, adalah Seseorang yang menderita ketergantungan yang disebabkan oleh penyalahgunaan napza (narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras) baik atas kemauan sendiri ataupun karena dorongan atau paksaan orang lain.
Kriteria :
- Seseorang (laki-laki / perempuan) yang pernah menyalahgunakan narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif lainnya baik dilakukan sekali, lebih dari sekali atau dalam taraf coba-coba;
- Secara medik sudah dinyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh dokter yang berwenang; dan
- Tidak dapat melaksanakan keberfungsian sosialnya.
h. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah Seseorang yang telah dinyatakan terinfeksi HIV/AIDS dan membutuhkan pelayanan sosial, perawatan kesehatan, dukungan dan pengobatan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Kriteria :
- Seseorang (laki-laki/perempuan) berusia di atas 18 (delapan belas) tahun; dan
- Telah terinfeksi HIV/AIDS.
5. Kedisabilitasan
Kedisabilitasan menjadi masalah sosial, karena salah satu faktor penghambat kemajuan orang cacat adalah perlakuan orang-orang normal terhadap mereka.
Sikap masyarakat terhadap mereka umumnya negatif, sehingga tidak jarang diantara mereka tersisih dari pergaulan. Banyak penyandang cacat khususnya yang menderita keterbelakangan mental dan ketidakmampuan berkomunikasi, ditinggalkan begitu saja tanpa dorongan apapun sejak mereka masih bayi.
Karena itu penyandang cacat harus dibantu agar mampu dengan kesadaran dan kekuatannya sendiri “bersaing” secara sehat dengan masyarakat lainnya.
Kecacatan mencakup :
a. Penyandang Disabilitas, adalah Mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan hal ini dapat mengalami partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.
Kriteria :
- Mengalami hambatan untuk melakukan suatu aktivitas sehari-hari;
- Mengalami hambatan dalam bekerja sehari-hari;
- Tidak mampu memecahkan masalah secara memadai;
- Penyandang disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara;
- Penyandang disabilitas mental : mental retardasi dan eks psikotik; dan
- Penyandang disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda.
6. Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminasi
Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminasi merupakan Permasalahan yang cukup kompleks dan merupakan ancaman nyata baik fisik, verbal maupun emosional yang menyebabkan kerugian atau dampak negatif yang serius bagi korban maupun lingkungan sosialnya.
Oleh karena itu masalah tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi tidak hanya merupakan masalah individual, tetapi juga masalah keluarga dan masyarakat bahkan telah menjadi masalah nasional maupun internasional, karena erat kaitannya dengan isu global tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi dan Diskriminasi mencakup :
a. Korban Tindak Kekerasan (KTK), adalah Orang (baik individu, keluarga atau kelompok) yang mengalami tindak kekerasan, baik dalam bentuk penelantaran, perlakuan salah, eksploitasi, diskriminasi dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya maupun orang yang berada dalam situasi yang membahayakan dirinya sehingga menyebabkan fungsi sosialnya terganggu.
Kriteria :
- Mengalami perlakuan salah;
- Mengalami penelantaran;
- Mengalami tindakan eksploitasi;
- Mengalami perlakuan diskriminasi; dan
- Dibiarkan dalam situasi berbahaya.
b. Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS), adalah Pekerja migran internal dan lintas negara yang mengalami masalah sosial, baik dalam bentuk tindak kekerasan, penelantaran, mengalami musibah (faktor alam dan sosial) maupun mengalami disharmoni sosial karena ketidakmampuan menyesuaikan diri di negara tempat bekerja sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu.
Kriteria :
- Pekerja migran domestik;
- Pekerja migran lintas negara;
- Eks pekerja migran domestik dan lintas negara;
- Eks pekerja migran domestik dan lintas negara yang sakit, cacat dan meninggal dunia;
- Pekerja migran tidak berdokumen (undocument);
- Pekerja migran miskin;
- Mengalami masalah sosial dalam bentuk :
1) Tindak kekerasan;
2) Eksploitasi;
3) Penelantaran;
4) Pengusiran (deportasi);
5) Ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (Negara tempat bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu; dan
6) Mengalami trafficking
c. Korban Trafficking, adalah Seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi dan/atau sosial yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.
Kriteria :
- Mengalami tindak kekerasan;
- Mengalami eksploitasi seksual;
- Mengalami penelantaran;
- Mengalami pengusiran (deportasi); dan
- Ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (negara tempat bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu.
7. Korban Bencana
Korban Bencana adalah Seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita atau meninggal dunia baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam dan bencana sosial yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Korban Bencana mencakup :
a. Korban Bencana Alam, adalah Orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angina topan dan tanah longsor terganggu fungsi sosialnya.
Kriterianya adalah seseorang atau sekelompok orang yang mengalami :
- Korban terluka atau meninggal;
- Kerugian harta benda;
- Dampak psikologis; dan
- Terganggu dalam melaksanakan fungsi sosialnya.
b. Korban Bencana Sosial, adalah Orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror. Kriterianya adalah seseorang atau sekelompok orang yang mengalami :
- Korban jiwa manusia;
- Kerugian harta benda; dan
- Dampak psikologis.
IV. PENUTUP
Masalah Kesejahteraan Sosial merupakan salah satu masalah yang sangat rumit, penting dan segera ditangani secara bersama-sama dan menyeluruh dikarenakan memiliki implikasi dan dampak yang luas. Semoga ini menjadi bahan pemikiran dan perhatian bersama khususnya bagi seluruh lapisan masyarakat Banten agar dapat turut berperan serta secara aktif dalam Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial di wilayah Provinsi Banten.